Ringkih dan renta karena ditelan
usia, namun tampak tegar dan bahagia. Ikhlas, memancarkan selaksa cinta penuh
makna yang membias dari guratan keriput di wajah. Tiada yang berubah sejak saat
dalam buaian, hingga sekarang mahkota putih tampak anggun menghiasinya.
Dekapannya pun tak berubah, luruh memberikan kenyamanan dan kehangatan.
Jemari itu memang tak lagi
lentik, namun selalu fasih menyulam kata pinta, membaluri sekujur tubuh dengan
do’a-do’a. Kaki tampak payah, tak mampu menopang tubuhnya. Telapak tempat surga
itu pun penuh bekas darah bernanah, simbol perjuangan menapak sulitnya
kehidupan.
bunda, Anugerah Terindah Milik
Kita
Ibunda…
Adakah saat ini kita terenyuh
mengenangkannya? Ia adalah sebuah anugerah terindah yang dimiliki setiap
manusia. Sejak dalam rahim, betapa cinta itu tak putus-putusnya mengalirkan
kasih yang tak bertepi. Hingga kerelaan, keikhlasan dan kesabaran selama 9 bulan
pun bagai menuai pahala seorang prajurit yang sedang berpuasa, namun tetap
berperang di jalan ALLAH Subhanahu wa Ta’ala.
Polesannya adalah warna dasar
pada diri kita. Menggores sebuah kanvas putih nan suci, hingga tercipta lukisan
Yahudi, Musyrik atau Nasrani. Namun, goresan yang diselimuti untaian ayat suci
Al Qur’an, zikir, tasbih serta tahmid, tentu akan melahirkan syakhsiyah
Islamiyah (kepribadian Islam) pada jiwa. Ibunda pun berharap tercipta jundullah
(tentara ALLAH) dari sebuah madrasah keluarga.
Selaksa cinta ibunda yang
dibaluri tsaqofah Islamiyah (wawasan keislaman) telah menyemai banyak pahlawan
Islam. Teladan Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shidiq melahirkan pahlawan Abdullah
bin Zubair, yang dengan cintanya masih berdoa agar dirinya tidak mati sebelum
mengurus jenazah anaknya yang disalib Hajaj bin Yusuf, antek Bani Umaiyah.
Polesan warna seorang ibunda, Al Khansa, melahirkan putra-putra kebanggaan
Islam yang berani dan luhur akhlaqnya, hingga satu persatu syahid pada perang
Qodisyiah. Di sela kesedihannya, ibunda masih berucap, “Alhamdulillah… ALLAH
telah mengutamakan dan memberikan karunia padaku dengan kematian anak-anakku
sebagai syuhada. Aku berharap semoga ALLAH mengumpulkan aku dengan mereka dalam
rahmat-Nya kelak.”
Banyak… sungguh teramat banyak
cinta ibunda yang melahirkan kisah-kisah teladan. Yatim seorang anak pun
tidaklah menghalangi ibunda untuk merangkai sejarah dengan tinta emas, terbukti
dengan mekar harumnya para mujtahid Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad
bin Hambal serta Imam Bukhari. Didikan ibunda mereka telah mampu mendidiknya
hingga menjadi anak-anak yang gemar menuntut ilmu tanpa kenal lelah, bahkan
mandiri dalam kemiskinan.
Kita mungkin dilahirkan dari
rahim seorang perempuan biasa. Bahkan kita pun tidak dilahirkan untuk menjadi
seorang pahlawan. Namun, ibunda kita dan mereka adalah sama, sebuah anugerah
terindah dari ALLAH Subhanahu wa Ta’ala.
Saat dewasa, tapak kaki telah
kuat menjejak tanah dan tangan pun terkepal ke angkasa, masihkah selalu ingat
ibunda? Cita-cita telah tergenggam di tangan, popularitas, kemewahan hingga
dunia pun telah takluk menyerah kalah, tunduk karena ketekunan, jerih payah
serta kerja keras tiada hentinya. Haruskah sombong dan angkuh hingga kata-kata
menyakitkan begitu gampang terlontar?
Duhai jiwa, sekiranya engkau
sadar bahwa tanpa do’a ibunda, niscaya semua masih angan-angan belaka.
Astaghfirullah… ampuni diri ini
ya ALLAH.
Duhai ibunda…
Maafkan jika mata ini pernah
sinis memandang, dan lidah yang pernah terucap kata makian hingga membuat luka
hatimu. Maafkanlah pula kalau kesibukan menghalangi untaian do’a terhatur
untukmu. Ampuni diri ananda yang tak pernah bisa membahagiakanmu, ibunda.
Sungguh, jiwa dan jasad ini ingin
terbang ke angkasa lalu luruh di pangkuan, mendekap tubuh sepuh, serta menangis
di pangkuanmu. Hingga terhapuskan kerinduan dalam riak anak-anak sungai di
ujung mata. Rengkuhlah ananda dengan belai kasih sayangmu bagai masa kecil
dulu. Mengenangkan indahnya setiap detik dalam rahimmu dan hangatnya dekapanmu.
Buailah dengan do’a-do’a hingga ananda pun lelap tertidur di sampingmu.
Duhai ibunda…
Keindahan dunia tak akan
tergantikan dengan keindahan dirimu.
Sorak-sorai pesona dunia pun tak
dapat menggantikan gemuruh haru detak jantung saat engkau memelukku.
Indah… semua begitu indah dalam
alunan cintamu, menelisik lembut, membasahi lorong hati dan jiwa yang rindu
kasih sayangmu.
Duhai ibunda…
Bukakanlah pintu ridhamu, hingga
ALLAH pun meridhaiku.
Wallahua’lam bi shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar