Featured Posts

Chabloger.com ►►Selamat Datang Di Chabloger.com Salam Persahabatan Terimakasih Telah Berkunjung Disini Maafkan Kami Bila Banyak Kesalahan DiChabloger.com

Sabtu, 19 Oktober 2013

HATI-HATI DOA ORANGTUA KEPADA ANAK

-Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh-

╰☆╮ بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِيم ╰★╮
 
Pelajaran yang mesti diketahui setiap orang tua (ortu). Doa mereka sungguh ajaib jika itu ditujukan pada anak-anak mereka. Jika ortu ingin anaknya menjadi sholeh dan baik, maka doakanlah mereka karena doa ortu adalah doa yang mudah diijabahi. Namun ingat sebenarnya doa yang dimaksudkan di sini mencakup doa baik dan buruk dari orang tua pada anaknya. Jika ortu mendoakan jelek pada anaknya, maka itu pun akan terkabulkan. Sehingga ortu mesti hati-hati dalam mendoakan anak.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Daud no. 1536. Syaikh Al Albani katakan bahwa hadits ini hasan).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ

Tidak doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 1797). Dalam dua hadits ini disebutkan umum, artinya mencakup doa orang tua yang berisi kebaikan atau kejelekan pada anaknya.

Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ

Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizholimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya.” (HR. Ibnu Majah no. 3862. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Riwayat ini menyebutkan bahwa doa baik orang tua pada anaknya termasuk doa yang mustajab.

Muhammad bin Isma’il Al Bukhari membawakan dalam kitab Al Adabul Mufrod beberapa riwayat mengenai doa orang tua. Di antara riwayat tersbeut, Abu Hurairah berkata, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلىَ وَلَدِهِمَا

Ada tiga jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod no. 32. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrod no. 24). Hadits ini menunjukkan bahwa doa jelek orang tua pada anaknya termasuk doa yang mustajab. Hal itu dibuktikan dalam kisah Juraij berikut ini. Kisah ini menunjukkan bahwa doa jelek ibunya pada Juraij terkabul. Kisah ini dibawakan pula oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod.

Hendaklah orang tua mencontoh para nabi dan orang sholeh yang selalu mendoakan kebaikan pada anak keturunannya. Lihatlah contoh Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam di mana beliau berdoa,

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)

رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ

Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35)

Lihatlah sifat ‘ibadurrahman (hamba Allah) yang berdoa,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan: 74)

Moga Allah memperkenankan doa kita sebagai orang tua yang berisi kebaikan kepada anak-anak kita. Moga anak-anak kita berada dalam kebaikan dan terus berada dalam bimbingan Allah di jalan yang lurus. Jika kita sebagai anak, janganlah sampai durhaka pada orang tua. Banyak-banyaklah berbuat baik pada mereka, sehingga kita pun akan didoakan oleh bapak dan ibu kita

Perjalanan Seorang Penuntut Ilmu yang Perlu Diteladani

-Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh-
╰☆╮ بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِيم ╰★╮
 Cerita ini saya (penulis) tulis adalah untuk memberikan ibroh kepada kita semua khususnya saya sendiri bahwa penderitaan dan kesusahahpayahan kita dalam menempuh jalan yang haq ini tidaklah seberapa, bahkan jika kita bandingkan dengan para salafushalih.

Cerita yang saya ambil ini adalah kisah manusia di masa ini, dimana sangat langka dan sulit ditemui orang-orang yang memiliki ghiroh yang sama sepertinya dalam tholabul ‘ilm. Saya menuliskan cerita ini adalah berdasarkan sebuah kisah nyata, dimana kisah tersebut saya dengar sendiri oleh salah satu sumber (akhowat) terpercaya yang mengetahui kisah tersebut…wallahua’lam. Semoga kisah ini dapat memotivasi dan menginspirasi kita untuk lebih dapat bersemangat dalam menuntut ilmu syar’ie…Baarokallohufiikum……

Di suatu daerah terpencil, terdapat sepasang suami istri yang sangat zuhud….mereka belum dikaruniai seorang putra karena masih dikategorikan pengantin yang masih baru. Perlu diketahui sang suami adalah seorang yang sangat rajin menuntut ilmu, ia adalah seseorang yang memiliki semangat yang sangat luar biasa untuk memperoleh ilmu. Bahkan dahulu ketika ia ingin menikah, ia tidak mempunyai sepeser uang yang cukup untuk meminang seorang akhowat, dan akhirnya ia menghadap kepada salah seorang ustadz di ma’had yang saat itu ia belajar di sana hanya untuk meminta nasihat bagaimana ia dapat menikah. Ia sangat sadar bahwa dirinya tak tampan, dan tidak mapan dalam pekerjaan karena hampir masa mudanya dihabiskan di ma’had. Sang ustadz pun menghargai tekadnya dan pada akhirnya membiayai pernikahan lelaki tersebut.

Sang suami di masa mudanya adalah salah seorang murid yang diakui kepandaiannya di ma’hadnya. Beberapa rekan dan ustadz memujinya dalam hal keilmuannya. Suatu hari sang suami berniat ingin mendatangi suatu dauroh di luar kota. Karena ia belum memiliki pekerjaan yang tetap (masih serabutan-red-) maka ia dan istrinya memikirkan bagaimana caranya agar sang suami dapat pergi untuk mendatangi dauroh tersebut walau ekonomi mereka sangat pas-pasan. Jarak yang harus ditempuh sangatlah jauh, sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan penghasilan mereka untuk makan sehari-hari saja masih belum cukup. Sang suami bukanlah seorang yang malas dalam mencari nafkah, namun qadarallah….Allah telah menetapkan rezekinya hanya sedemikian. Walau demikian ia tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya.

Suatu hari istrinya yang walhamdulillah sangat qona’ah dan juga zuhud, berinisiatif membongkar tabungan yang beberapa bulan ia kumpulkan di kotak penyimpanannya. Qaddarallah…..uang yang terkumpul hanya Rp 10.000,-.

Bayangkan wahai pembaca,,,,bahkan mata ini ingin menangis ketika saya mengetik kisah ini….Dalam sehari kita bisa memegang uang puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan mungkin hingga ada yang mencapai nominal jutaan…Dengan keistiqomahan dan kezuhudan sang istri tidak pernah mengeluh untuk mengumpulkan 100 perak (Rp 100,-) setiap keuntungan yang diperoleh suaminya yang tidak setiap hari ia dapatkan…..

Sang istri segera mengumpulkan uang tersebut dan berinisiatif untuk membuatkan bekal arem-arem (bahasa jawa), yaitu sejenis nasi kepal yang dibungkus daun pisang untuk bekal perjalanan suaminya. Hanya itu yang dapat sang istri berikan kepada suaminya sebagai wujud cinta dan kasih sayangnya….

Sang suami pun kemudian berangkat dengan membawa bekal dan do’a dari istrinya untuk menuntut ilmu….Ia pergi dengan berjalan kaki…..yah!! hanya berjalan kaki untuk menepuh jarak puluhan kilometer!!! (wallahua’lam) Karena ia tak membawa uang sepeserpun untuk bepergian…hanya beberapa buah arem-arem dan pakaian yang melekat di badannya yang ia bawa ke luar kota… Subhanallooh…..

Perjalanan ia tempuh 3 hari 3 malam dengan kedua kakinya tanpa kendaraan satupun….Akhirnya ia pun sampai di tempat dauroh dilaksanakan, hanya dengan berjalan kaki dan berteduh di tempat seadanya selama perjalanan…..

Dauroh akhirnya dimulai…selama dauroh ia sangat antusias untuk mengambil ilmu yang diterimanya, ia mengambil shaf paling depan dan dekat dengan ustadz pemateri. Namun beberapa saat kemudian ia mendapat teguran oleh seseorang di sampingnya karena setiap beberapa menit ia selalu meluruskan kakinya ketika materi berlangsung…hal itu tidak ia lakukan sekali-dua kali….namun hingga beberapa kali…hingga akhirnya orang disampingnya pun menegurnya karena menganggapnya tidak sopan….Hal itu ia lakukan karena kakinya terasa pegal selama 3 hari 3 malam berjalan kaki….Masyaa Alloh..

Saat istirahat pun tiba…ia berkumpul dengan ikhwan-ikhwan lain di dapur untuk membantu berbenah….ia pun akhirnya menceritakan kisah 3 hari 3 malamnya itu kepada salah seorang ikhwan di tempat tersebut..dan seketika membuat tercengang orang-orang yang mendengarnya…..Akhirnya cerita itu sampai ke telinga ustadz pemateri dauroh…Ustadz pun tercengang dengan kisah itu….dan akhirnya ustadz beserta ikhwan-ikhwan mengumpulkan dana sukarela untuk memberikan sumbangan kepadanya…dan terkumpulah uamg Rp 300.000,- sebagai dana bantuan untuk kepulangannya….

Subhanalloh…sebuah kisah yang mungkin sempat kita ragukan kebenarannya, tapi Insya Alloh ini kisah nyata…..Semoga kita dapat mengambil ibroh dari kisah ini….terakhir mari kita simak hadist berikut ini….

“Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga” (HR Muslim)

Yahya bin Abi Katsir rahimahullahu ta’ala berkata, “Ilmu tidak akan diperoleh dengan tubuh yang dimanjakan (dengan santai/tidak bersungguh-sungguh).”(Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi I/385, no. 554)

Semoga cerita ini dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua terkhususnya saya sebagai penulis…..Wallahua’lam bishowab….

Ibu, Pahlawan Sepanjang Masa

-Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh-
                                 
╰☆╮ بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِيم ╰★╮

Bukan Soekarno atau Moh Hatta, ia bukan berasal dari golongan Adam. Ya golongan hawa, tapi bukan berarti dia Kartini atau Cut Nyak Dien. Pahlawanku ini masih ada hingga kini, bahkan masih bisa kulihat perjuangannya, bukan lewat buku pengetahuan sejarah atau cerita orang tentang masa penjajahan 67 tahun yang lalu.

Izinkan aku untuk bercerita tentang pahlawan kebanggaanku, ya? Seorang pahlawan yang Allah turunkan dengan penuh cinta dan kasih sayang… Ia yang mengajariku untuk mencintai-Nya, mengenalkanku akan banyak hal. Dekapannya adalah hal pertama yang kurindukan saat menghirup udara dunia, sebagai bentuk rasa terima kasih karena dengan rasa bahagia justru pahlawanku rela berjuang. Berjuang menahan sakit demi keinginanku untuk terbebas dari tubuhnya. Tahukah kau siapa Pahlawan itu?

Pahlawanku, ah betapa pengorbanannya tak dapat kubayar apalagi kulunasi, betapa ketulusannya tak mungkin terganti oleh siapapun. Ia melindungiku dengan ikhlas dan penuh loyalitas, terlihat dalam gerak, tindak, dan ucapannya. Betapa hebat Sang Maha Pencipta Yang menyemaikan rasa cinta kasih dalam dirinya. Kau juga pasti mengagumi pahlawan itu. Manusia yang biasa kau panggil ibu, mama, mami, ummi, bunda, dan apapun sebutannya.

Pahlawanku hidup dengan perjuangan tanpa henti. Berjuang mengurus rumah tangga, sigap mengatur segala keperluan, pandai mengatur keuangan, detil memperhatikan keluarga, bahkan ia rela mencari nafkah untuk keluarga kecilnya, memenuhi segala kebutuhan kami anak-anaknya. Tanpa kata lelah maupun keluhan, ia pikirkan masalah keluarga, ditambah bonus masalah pekerjaan di tempat ia bekerja.

Bukankah kau juga sangat mencintai pahlawan itu? Berpikirlah sejenak. Ketika kita lapar, ia memasak tanpa kata ‘ah’. Saat kita meminta, ia membantu tanpa kata ‘duh’. Ya Allah… bahkan ia memenuhi kebutuhan kita tanpa meminta imbalan setelahnya, menolong permintaan kita tanpa raut wajah malas-malasan, menutupi masalahnya, dan menyembunyikan air matanya.

Pahlawanku, betapa sesungguhnya ku ingin kau membagi segala keluh kesahmu denganku, menitipkan segala bebanmu pada pundakku. Pahlawanku… aku tahu betapa tak pernah lalai kau sisipkan namaku dalam doamu, meminta kehidupan terbaik untukku. Matamu yang basah ketika berdoa, pengharapan tulusmu ketika meminta, doa-doa terbaik terus kau panjatkan… ah sungguh… Allah pasti sangat mencintaimu!! Karena doamu yang selalu menduduki list pertama dalam sesi pengabulan doa.

Pahlawanku, dirimu lebih dari istimewa. Allah sangat memuliakanmu, surgaku saja berada di bawah naungan ridhamu. Pun jika kau gugur di medan perjuangan saat melahirkanku dulu, pasti kau dapatkan hadiah syahid dari-Nya. Berkatmu ibu, aku juga ingin menjadi pahlawan bagi generasi penerusku nanti.

Pahlawanku, kau memegang andil besar dalam masa depanku:

Kau bisa membuatku menjadi ‘tukang utang’. Karena setiap jasamu tak pernah kau tagih billnya.
Kau dapat membuatku menjadi seorang ‘pecandu’. Karena hangatnya dirimu membuatku ingin lagi dan lagi berada dalam dekapmu.

Perjuanganmu adalah pesona yang tak pernah padam, karena hanya kaulah yang berani berjuang antara hidup dan mati demi anak-anakmu. Untukmu pahlawanku. Ibu, ibu, ibu…

*RENUNGAN* Imam Al-Ghazali

-Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh-
                                                               


 ╰☆╮ بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِيم ╰★╮

Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya lalu beliau bertanya
Imam Ghazali = ” Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini ?
Murid 1 = ” Orang tua “
Murid 2 = ” Guru “
Murid 3 = ” Teman “
Murid 4 = ” Kaum kerabat “
Imam Ghazali = ” Semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu janji Allah bahawa setiap yang bernyawa pasti akan mati ( Surah Ali-Imran :185).

Imam Ghazali = ” Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini ?”
Murid 1 = ” Negeri Cina “
Murid 2 = ” Bulan “
Murid 3 = ” Matahari “
Murid 4 = ” Bintang-bintang “
Iman Ghazali = ” Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun keadaan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama”.

Iman Ghazali = ” Apa yang paling besar didunia ini ?”
Murid 1 = ” Gunung “
Murid 2 = ” Matahari “
Murid 3 = ” Bumi “
Imam Ghazali = ” Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A’raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka.”

IMAM GHAZALI” Apa yang paling berat didunia? “
Murid 1 = ” Baja “
Murid 2 = ” Besi “
Murid 3 = ” Gajah “
Imam Ghazali = ” Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka kerana gagal memegang amanah.”

Imam Ghazali = ” Apa yang paling ringan di dunia ini ?”
Murid 1 = ” Kapas”
Murid 2 = ” Angin “
Murid 3 = ” Debu “
Murid 4 = ” Daun-daun”
Imam Ghazali = ” Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah MENINGGALKAN SOLAT . Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan solat “

Imam Ghazali = ” Apa yang paling tajam sekali di dunia ini? “
Murid- Murid dengan serentak menjawab = ” Pedang “
Imam Ghazali = ” Itu benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Kerana melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri “

Sekilas Tentang arti Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warrahmah

  -Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh-


╰☆╮ بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِيم ╰★╮
Mungkin semua tidaklah asing lagi mendengar kata-kata Sakinah, Mawadah, Warrahmah. Dulu, ketika mendengar ceramah atau doa dari ustadz-ustadz(ah) agar keluarga kita menjadi menjadi keluara yang sakinah, mawaddah wa rahmah saya tidak terlalu paham, apa yang dimaksud dengan keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Saya hanya tahu sakinah artinya tenang, tentram.
Pelan-pelan saya faham, sakinah artinya tenang/tentram, mawaddah artinya bahagia, wa = dan, sedangkan rahmah artinya mendapat rahmah/cinta. Hanya itu.
Sampai beberapa hari yang lalu ketika kami membahas cerita di sebuah buku tentang seorang pemuda yang tidak ingin menikah karena belum menemukan wanita yang sesuai dengan kriterianya ditambah begitu banyaknya persyaratan dari orang tuanya tentang sang calon menantu.
Menurut pandangan pemuda di cerita tersebut, gadis-gadis jaman sekarang banyak yang tidak lagi menjalankan hidup sesuai dengan islam, dari pakaiannya yang tidak menutup aurat, penampilan dan cara bergaulnya yang ‘kebarat-baratan’, bahkan sampai cara berjalannya yang tidak islami. Kebetulan ia dibesarkan dilingkungan teman-teman yang islami yang telah menikah dengan wanita-wanita islami, namun ia sendiri bukan berasal dari keluarga yang harmonis. Orang tuanya selalu ribut, bersikeras dengan pendapat masing-masing dan memiliki sifat yang tidak sabar.
Akhirnya pemuda yang kebetulan seorang dokter terkenal tersebut tenggelam dengan kesibukannya sebagai dokter dan mempelajari Al- quran dan sunnah Rasul saw dari buku-buku dan ceramah-ceramah.
Suatu hari, pemuda tadi mendengarkan radio yang membahas tentang tujuan terbentuknya sebuah keluarga, yakni untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Selama ini, pemuda atau dokter muda yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis tersebut tidak terlalu memperhatikan apa tujuan berkeluarga. Sang penyiar lalu melantunkan sebuah ayat Al-quran.Iapun sering mendengar ayat dari surat Ruum (30:21) tersebut : “Dan dari tanda-tandanya telah Kuciptakan untukmu pasangan-pasanganmu agar kamu hidup tenang bersamanya dengan bahagia dan cinta (mawaddah wa rahmah). Dan itu adalah tanda-tanda bagi orang yang berakal”. Namun baru kali ini ia memperhatikan, merasakan dan menghayati ayat tersebut. Membentuk keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.
Sejak itu opininya tentang hidup berkeluargapun berubah. Ia lalu mulai memperhatikan dan mencari calon istri. Singkat cerita, akhirnya ia menikahi muridnya yang berpenampilan lain dari murid- murid wanita lainnya, memakai gamis, berjilbab dan menjaga pergaulannya. Kesibukannya mempelajari islam selama ini telah membukakan hatinya dan memperoleh petunjuk dari Allah swt. Di akhir pelajaran ustad kami menanyakan apa perbedaan antara mawaddah dan rahmah. Jawaban kamipun bermacam-macam. Lalu ustadpun menjelaskan, mawaddah adalah cinta dari seorang suami, sedangkan rahmah adalah cinta dari seorang istri.
Sekarang jelas sudah, apa arti keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Bukan hanya berarti keluarga yang tenang dan bahagia saja, tapi ada sesuatu dibalik itu, perlunya cinta yang diberikan oleh suami kepada istri dan keluarga, dan cinta yang diberikan oleh istri kepada suami dan anak-anak.

Ustad lalu menambahkan,tujuan berkeluarga yang lain adalah mengurangi kesalahan bahkan kemaksiatan. Contohnya, jika sebelum berkeluarga pemuda atau pemudi lajang dapat berpergian dengan bebas, maka setelah berkeluarga kegiatan mereka menjadi terbatas. Ada prioritas lain yang harus mereka perhatikan, yakni keluarga. Jadi, bila setiap anggota keluarga sibuk dengan kegiatan diluar rumah tanpa memperhatikan keluarganya, lalu apa bedanya menikah dengan tidak menikah? Mungkinkah tercipta keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah apabila setiap orang jarang bertemu dan berkomunikasi? Karena tujuan berkeluarga sebagian orang telah berbeda dengan yang Allah SWT ajarkan kepada kita dalam surat Ar Ruum, yakni menciptakan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Walau selama ini kita telah sering membaca ayat tersebut dalam undangan-undangan pernikahan. Wallahu ‘alam.