-Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh-

╰☆╮ بِسْــــــــــــــــــمِ
اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِيم ╰★╮
Bukan
Soekarno atau Moh Hatta, ia bukan berasal dari golongan Adam. Ya golongan hawa,
tapi bukan berarti dia Kartini atau Cut Nyak Dien. Pahlawanku ini masih ada
hingga kini, bahkan masih bisa kulihat perjuangannya, bukan lewat buku
pengetahuan sejarah atau cerita orang tentang masa penjajahan 67 tahun yang
lalu.
Izinkan
aku untuk bercerita tentang pahlawan kebanggaanku, ya? Seorang pahlawan yang
Allah turunkan dengan penuh cinta dan kasih sayang… Ia yang mengajariku untuk
mencintai-Nya, mengenalkanku akan banyak hal. Dekapannya adalah hal pertama
yang kurindukan saat menghirup udara dunia, sebagai bentuk rasa terima kasih
karena dengan rasa bahagia justru pahlawanku rela berjuang. Berjuang menahan
sakit demi keinginanku untuk terbebas dari tubuhnya. Tahukah kau siapa Pahlawan
itu?
Pahlawanku,
ah betapa pengorbanannya tak dapat kubayar apalagi kulunasi, betapa
ketulusannya tak mungkin terganti oleh siapapun. Ia melindungiku dengan ikhlas
dan penuh loyalitas, terlihat dalam gerak, tindak, dan ucapannya. Betapa hebat
Sang Maha Pencipta Yang menyemaikan rasa cinta kasih dalam dirinya. Kau juga
pasti mengagumi pahlawan itu. Manusia yang biasa kau panggil ibu, mama, mami,
ummi, bunda, dan apapun sebutannya.
Pahlawanku
hidup dengan perjuangan tanpa henti. Berjuang mengurus rumah tangga, sigap
mengatur segala keperluan, pandai mengatur keuangan, detil memperhatikan
keluarga, bahkan ia rela mencari nafkah untuk keluarga kecilnya, memenuhi
segala kebutuhan kami anak-anaknya. Tanpa kata lelah maupun keluhan, ia pikirkan
masalah keluarga, ditambah bonus masalah pekerjaan di tempat ia bekerja.
Bukankah
kau juga sangat mencintai pahlawan itu? Berpikirlah sejenak. Ketika kita lapar,
ia memasak tanpa kata ‘ah’. Saat kita meminta, ia membantu tanpa kata ‘duh’. Ya
Allah… bahkan ia memenuhi kebutuhan kita tanpa meminta imbalan setelahnya,
menolong permintaan kita tanpa raut wajah malas-malasan, menutupi masalahnya,
dan menyembunyikan air matanya.
Pahlawanku,
betapa sesungguhnya ku ingin kau membagi segala keluh kesahmu denganku,
menitipkan segala bebanmu pada pundakku. Pahlawanku… aku tahu betapa tak pernah
lalai kau sisipkan namaku dalam doamu, meminta kehidupan terbaik untukku.
Matamu yang basah ketika berdoa, pengharapan tulusmu ketika meminta, doa-doa
terbaik terus kau panjatkan… ah sungguh… Allah pasti sangat mencintaimu!!
Karena doamu yang selalu menduduki list pertama dalam sesi pengabulan doa.
Pahlawanku,
dirimu lebih dari istimewa. Allah sangat memuliakanmu, surgaku saja berada di
bawah naungan ridhamu. Pun jika kau gugur di medan perjuangan saat melahirkanku
dulu, pasti kau dapatkan hadiah syahid dari-Nya. Berkatmu ibu, aku juga ingin
menjadi pahlawan bagi generasi penerusku nanti.
Pahlawanku,
kau memegang andil besar dalam masa depanku:
Kau dapat membuatku menjadi seorang
‘pecandu’. Karena hangatnya dirimu membuatku ingin lagi dan lagi berada dalam
dekapmu.
Perjuanganmu
adalah pesona yang tak pernah padam, karena hanya kaulah yang berani berjuang
antara hidup dan mati demi anak-anakmu. Untukmu pahlawanku. Ibu, ibu, ibu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar